Friday, March 15, 2013

Angin Yang Ku Sebut Hujan


Tangisan bahagia selalu terdapat pada setiap potongan cerita tentang siapa saja dan apa saja macam ceritanya. Kali ini kisahnya tejadi pada diriku sendiri, dimulai dari mengagumi, menghayal, dan ceroboh yang akhirnya mengakibatkan aku sulit membedakan antara angin dan hujan. Sekarang menurut kalian definisi tentang angin dan hujan itu sendiri apa?, jika aku yang ditanya seperti itu maka aku akan menjawabnya bukan dengan jawaban-jawaban yang ilmiah, melaikan hanya seperti yang terdapat didalam kepala ku saja. Aku akan menjawab ”kedua peristiwa alam itu adalah dua hal yang membuat udara sejuk dan aku tidak menyukai keduanya”.

Tahun ajaran baru dimulai, aku ini hanya seorang gadis 14 tahun yang baru saja lulus sekolah menengah pertama, namaku Diana aku adalah anak ke 3 dari 4 bersaudara. Aku lahir disebuah kota kabupaten kecil di jawa barat. Kali ini aku akan masuk sekolah menengah atas dan tempatnya jauh dari rumahku dan ini adalah sebuah sekolah dengan asrama atau bisa dibilang ini pesantren. Jujur saja aku ini adalah seorang anak yang sangat manja dan tidak mandiri, aku ini tidak mudah bergaul dan akan terus merasa asing dilingkungan baruku jika belum menemukan kesenangan ku sendiri. Masuk sekolah yang bergaya seperti ini adalah hal baru untukku dan aku tidak menyukainya. Hampir satu bulan disini aku baru bisa membuka mulutku dan berkata satu dua kata kepada teman satu kamar ku, dia bernama Nadia, dia adalah orang pertama yang aku kenal dan aku hanya berani berkomunikasi dengan nya.

Lambat laun aku mulai menikmati kehidupanku di penjara suci ini dan akhirnya aku menemukan kesenangan ku sendiri. Satu semester berlalu aku tidak menemukan seseorang yang spesial disini, tidak ada yang bisa menggantikan seseorang dari masa lalu ku itu. Tetapi akhirnaya pada pertengahan semester dua aku mulai penasaran pada satu objek yang misterius menurut ku, ditambah lagi aku ini adalah orang yang sangat dan serba ingin tahu dan tentu saja aku penasan dengan orang ini. Banyak orang yang mengelu-elu kan nya, ada yang bilang dia ini tampan, jenius, baik dan bla...bla..bla... dan dengan kejadian ini aku merasa De javudengan seseorang dari masa lalu ku. Singkat cerita akhirnya aku tahu siapa objek yang selalu di elu-elu kan orang-orang itu, sebut saja namanya Arya bocah laki-laki tengil degan mata coklat kulit putih kekuning-kuningan, rambut yang warnanya semu coklat dan postur tubuh yang agak sedikit pendek untuk ukuran seorang bocah laki-laki. Dia satu angkatan dengan ku dan selama hampir setahun ini aku baru saja menyadarinya. Arya adalah pengeran tengil di sekolah ini dan aku sangat tidak menyukainya, suatu hari aku pernah meliatnya tidur dengan kepala yang bersangga pada meja dan dengan kepala yang miring menghadap jendela, tentu saja dengan mudah aku bisa melihatnya dan memperhatikan bocah ini tidur, dengan keadaan mulut yang terbuka dan suara helaan nafas yang lepas sudah bisa kupastika bocah ini tidur dengan nyenyak.

Setahun berlalu dan hubungan dengan Arya sedikit mulai dekat. Dimulai dari berbagai olimpiade yang kami ikuti bersama kemudian seleksi pertukaran pelajar ke luar negri dan lain-lain. Karena rutinitas dan momen-momen itu aku mulai sering memperhatikannya dan sangat sering memperhatikannnya. Arya ini sangat-sangat konyol dan tengil sekali, kadang kadang dia pun terlihat sangat-sangat cuek dan dingin seperti petugas SATPOL PP dan sebongkah es batu. Arya mengingatkan ku pada seseorang dari masa lalu ku lagi, mereka memiliki kesaaman yang cukup banyak namun terdapat beberapa perbedaan juga, diantaranya mereka sama-sama cuek dan dingin tetapi orang dari masa lalu ku dia tidak konyol dan tidak tengil seperti Arya dia malah terlihat lebih dingin mungkin dari pada Arya, dan dia pria masa laku ku itu dia bukanlah muslim.

Perlahan Arya membuatku tersiksa dengan tingkahnya dan kadar kebersamaan kita yang semakin meningkat karena banyak hal yang kita lakukan bersama. Setiap melihat Arya seperti kembali dalam masa lalu dan membuatku kembali mengingat peristiwa mengerikan itu. Arya dan orang itu mereka tidak sama, wajah mereka pun sangat berbeda tetapi setiap kali melihat, berbicara, dan mendengar Arya hati ini terasa dirobek dan di keluarkan isinya.

Tetapi aku merasakan sesuatu yang berbeda ketika akubersama Arya sekarang dan tidak pernah aku rasakan ketika aku bersama orang itu, saat ini aku mulai bisa membuka mulutku lebih lebar dan bisa tertawa lebih terbahak-bahak dari pada sebelumnya, Arya mengajarkankku menggunakan cinta dijalan yang benar dan untuk pertama kali ketika aku menyukai Arya aku tidak pernah lagi merasakan istilah haus atau muluk akan cinta. Aku menyukai Arya ya! Aku mengakuinya dan Arya sudah tahu itu tepatnya ketika liburan sekolah kemarin.

Aku pikir dia akan membenci atau menjauhiku, oh! ternyata aku salah Arya adalah orang yang sangat dewasa yang pernah aku kenal, dia meresponnya dengan baik walaupun aku tak penah tahu apa jawaban atas persaaan ku ini. Tetapi sejauh ini masih banyak yang sangat aku ingin tanyakan kepada Arya, dimulai dari:

“Ya, kenapa si ko lo cuek bgt sma gue, kenapa ke yang lain nggk?”

“Ya, jangan jadi orang lain kalo lo lagi ngomong sma gue.”

“Ya, kenapa lo ga pernah becandain gue?”

“ Ya, kenapa lo gak pernah bulih  gue?”

“Ya, kenapa lo mesti nayanya sama yang lain, kenapa lo g pernah tanya ke gue?”

“Ya. Kapan lo liat mata gue kalo lo lagi ngomong sma gue?”

“Ya ,kapan lo yang mulai duluan ngomong sma gue?”

“Ya, kenapa lo dingin bgt sma gue?”

“Ya, kapan lo panggil nama gue keras-keras kaya lo panggil nama anak-anak yang lain?”

“Ya, kapan lo panggil gue kamcong lagi?”

Dengan berjuta pertanyaan di kepalaku ini aku mulai berfikir, apakah mungkin Arya mulai menjaga jarak kepada ku agar akau berhenti untuk menyukainya. Aku juga mulai merasa sangat pesimis akan persaan ku ini karena menyukai Arya itu susahnya seperti aku mencoba untuk menggenggam angin, dan aku baru sadar bahwa Arya bukanlah hujan yang awalnya aku benci akan kedatangannya dan akhirnya aku menyukai hujan, karena sejuknya, bentuk yang terlihat, rasa yang bisa ku rasa. Bukan itu bukan Arya, Arya tak pernah bisa ku miliki seperti aku berusaha mersakan sejukknya hujan, tapi Arya hanyalah angin, angin yang hanya bisa ku rasa kesejukannya, dia sebentar, pergi, dan kemudian menghilang dan sampai kapan pun aku tak akan pernah bisa untuk memiliki angin karena jangankan untuk memilikinya untuk menggenggamnya saja itu mustahil.

Masa lalu terulang kembali, aku dan Arya adalahdua orang bocah yang sangat berdeda dan tak pernah bisa sama apalagi bersama. Arya dengan kehidupan dan dunianya dan aku dengan kehidupan dan duniaku sendiri, aku dan Arya tidak selevel kami di batasi oleh tembok besar yang mustahil di tembus dan aku ini gadis penghayal yang berhayal dapat menembus tembok itu dan bertemu dengan bocah laki-lakinya. Arya kau adalah Angin yang Ku Sebut Huajn.

 

Arya kamu Angin bukan Hujan.

No comments:

Post a Comment